Konsep Ibadah Islam

 oleh: Ust. Muhalim Mahir, Lc. MA

Devinisi Ibadah
            Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminology), ibadah mempunyai banyak devinisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Devinisi itu antara lain adalah
1.      Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan segala perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya
2.      Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi
3.      Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang di cintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta) tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:



Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka member makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi Rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh” (QS.Adz-Dzaariyaat, 51 : 56-58)
Allah  Azza wa Jalla memberitahukan bahwa penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah SWT. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barang siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada_nya tetapi selain apa yang disyaria’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barang siapa yang beribadah kepada-Nya, maka ia adalah mukmin muwahid (yang mengesakan Allah).
Pilar-Pilar ubudiyah Yang Benar
          Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pikok yaitu: hub (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
            Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsure-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu106 mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)” (QS. Al-Baqarah 2:165)

Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maa-idah 5:54)

Maka Kami memperkenankan do'anya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo'a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami” (QS. Al Anbiya’ 21:90)

            Sebagian salaf berkata [Lihat al-‘Ubuudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali’ Abdul Hamid al-Halaby al-Atsary (hal. 161-162) Maktabah Darul Ashaalah 1416 H], “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq (orang yang munafik, sesat dan mulhid), siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja, maka ia adalah murji’ ( orang murji’ah yaitu golongan yang mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman, iman hanyadalam hati). Dan siapa yang beribadah kepada-Nya dengan hub, khauf dan raja’ maka ia adalah mukmin”
Syarat Diterimanya Ibadah
            Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan adalah bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagamana sabda Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam.
“Barang siapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan merka di tolak” [HR. Muslim (no. 1718(18) dan ahmad (VI/146;180;256), dari hadist ‘Aisyah Radhiyallahu anha]
            Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bias dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
1.      Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar maupun syirik kecil
2.      Ittiba’ sesuai dengan tuntunan Rasullullah Shallallahu’alaihi wa sallam
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallah, karena ia mengharuskan ikhlas. Beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsukuensi dari syahadat Nuhammada Rasullullah, karena ia menuntut wajib-Nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’at-Nya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Sebagaimana firman Allah

(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah 2:112)
                Aslamu wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-nya Shallallahu’alaihi wa sallam.
                Syaikhul Islam mengatakan “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali kepada Allah dan kita tidak beribadah kecuali dengan yang Dia syari’atkan tidak dengan bid’ah” Sebagaimana dengan firman Allah

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS. Al-Kahfi 18:110)
                Hal yang demikian itu merupakan menifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasullullah.
                Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua bahwasannya Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu’alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah dan beliau Shallallahu’alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu’alaihi wa sallam mengatakn bahwa bid’ah itu sesat [Lihat ‘Ubudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq ‘Ali’ Hasan ‘Ali’ Abdul hamid (hal. 221-222)
                Lalu apakahhikmah dibalik kedua syarat bagi syahnya ibadah tersebut? Maka jawabnya adalah sebagai berikut:
1.       Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengiklhaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadalah kepada selain Allah disamping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya: Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya” (Az-Zumar:2)
2.       Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah dan melarang). Hak Tasyri’ adlaah hak Allah semata. Maka, barang siapa beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya maka ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.
3.       Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita [Lihat surat Al-Maai-dab ayat 3] maka, orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya berarti ia telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunya kekurangan)
4.       Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya sendiri dalam beribadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam kehidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian akan meliputi kehidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang di ajarkan Allah dan Rasul-Nya
Keutamaan Ibadah
          Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang di cintai dan di ridhainya. Karenyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya di puji dan enggan melaksanakannya dicela
Allah Subhanahhu wa Ta’ala berfirman

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku  akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. Al-Mu’min 40:60)
                Ibadah dalam Islam tidak disyri’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka didalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagi hikmah yang agung, kemashlatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanakan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.
                Di antara keutamaan ibadah bahwasannya ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya dan mengangkatnya ke derajat ter tinggi menuju kesempurnaan manusiawi.
                Termasuk keutamaan ibadah bahwasannya ibadah dapat meringankan seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemungkaran. Ibadah dapat menghibur seseornag ketika dilanda musibah dan meringankan beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.
                Termasuk keutamaanya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadah  kepada Rabb-Nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu ia merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah saja.
                Keutamaan Ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, masuk surge dan selamat dari siksa neraka


Salam klikers


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Donasi

donasi